Pemberian ASI Cegah Sleep Apnea
|Gangguan tidur atau sleep apnea sering diabaikan, padahal dampak jangka panjangnya bisa sangat berbahaya. Penyumbatan pasokan oksigen selama beberapa detik dan berulang saat tidur ini dapat mempengaruhi kerja otak dan organ-organ tubuh penting.
Dalam jangka panjang, sleep apnea mampu meningkatkan risiko berbagai penyakit serius. Di antaranya tekanan darah tinggi, aritmia atau detak jantung tidak normal, stroke, dan diabetes. Banyak yang tidak menyadarinya sehingga peran orang-orang terdekat sangat penting untuk membantu mengatasi.
Gangguan tidur ini umumnya terjadi karena relaksasi dan penyempitan berlebihan pada jaringan lunak dan otot-otot tenggorokan bagian atas. Akibatnya pangkal lidah akan jatuh dan menyumbat saluran pernapasan. Itu sebabnya gejala sleep apnea yang paling jelas adalah tidur mendengkur.
“Penderita sleep apnea biasanya terbangun setengah sadar ketika sedang tidur karena aliran oksigen yang tidak memadai memicu otak membangunkan kita,” ujar drg. Cut Yulian F Barley, Staf Kedokteran Gigi Militer di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Ladokgi TNI AL R.E. Martadinata. Begitu terbangun, saluran nafas akan kembali terbuka.
Menurut drg. Cut Yulian, banyak faktor yang bisa menyebabkan seseorang menderita gangguan ini. Mulai dari kelebihan berat badan, usia di atas 40 tahun, ukuran leher yang cenderung besar, mengidap alergi, memiliki bentuk rahang kecil, gangguan sinus hingga faktor genetis. Secara keseluruhan, pria memiliki risiko lebih besar dibanding wanita.
Tetapi tidak semua orang yang tidur mendengkur menderita sleep apnea. Namun bila suara dengkurannya dirasa cukup keras, maka tidak ada salahnya untuk segera memeriksakan diri ke dokter. “Gangguan sleep apnea punya banyak konsekuensi, seperti rendahnya kualitas tidur, sering mengantuk di siang hari, tubuh lemas, sakit kepala ketika bangun tidur, konsentrasi berkurang dan emosi tidak stabil,”papar drg. Cut di Jakarta, 21 September.
Gangguan tidur ini sebenarnya dapat dicegah sejak usia dini, terutama oleh Moms. “Perkembangan saluran pernapasan dimulai saat bayi dilahirkan hingga ia berusia 18 bulan. Periode ini merupakan waktu terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan sleep apnea di kemudian hari,” papar drg. Cut.
Salah satu caranya adalah dengan pemberian ASI atau menyusui, minimal hingga bayi berusia 18 bulan. Menyusui, menurut drg. Cut, dapat memberikan stimulasi perkembangan lidah saat menelan, membentuk susunan gigi–geligi yang teratur, serta dapat merangsang pembentukan palatum atau langit-langit mulut, yang keras dan sempurna. Penggunaan dot dan botol susu dapat membuat palatum menjadi tinggi dan lengkungnya menjadi sempit, sehingga memicu sleep apnea setelah dewasa.
“Jadi, pikirkan dengan matang keuntungan menyusui dibandingkan dengan penggunaan botol susu. Batasi penggunaan dot dan kontrol kebiasaan mengisap ibu jari pada anak,” tutup drg. Cut.