Tingkatkan Kualitas Penanganan Prostat Di Indonesia Dengan Teknologi Bedah Robotik
|
Teknologi bedah robotik untuk penanganan gangguan prostat yang terus berkembang di seluruh dunia kini dapat dilakukan di Indonesia. Tersedianya teknologi ini didukung oleh SDM yang kompeten oleh karena itu masyarakat dihimbau untuk tidak perlu lagi ke luar negeri demi mendapatkan penanganan gangguan prostat. Pada bulan September telah diumumkan sebagai Prostate Cancer Awareness Month di seluruh dunia.
Gangguan prostat sebagai salah satu yang terjadi pada seorang pria. Sebagian besar berupa pembesaran prostat bersifat jinak atau Benign Prostate Hyperplasia (BPH) yang tidak mengancam nyawa tapi cukup mengganggu kualitas hidup pasien. Maka dari itu, usia yang semakin tua menjadi tantangan untuk menjaga kualitas hidup yang baik. Kunci keberhasilan dalam penanganan kanker prostat adalah deteksi sejak dini.
“Deteksi dini menjadi kunci keberhasilan penanganan kanker prostat. Secara umum, semakin dini penanganan kanker dilakukan, maka akan semakin tinggi pula angka keberhasilannya. Dari deteksi dini, sebagian kecil ditemukan sebagai kanker prostat, selebihnya adalah gangguan prostat yang bersifat jinak,” jelas Dr. Sigit Sholichin, Sp.U, FICRS, dokter Spesialis Urologi RSU Bunda Jakarta dalam Virtual Media Briefing.
Di Indonesia, RSU Bunda Jakarta Urology Center merupakan pelopor teknologi bedah robotik ini. Layanan penanganan Gangguan Prostat dalam satu paket layanan yang terintegrasi mulai dari diagnostik sampai terapi yang mutakhir. Dimulai dari konsultasi di klinik oleh dokter spesialis yang kompeten dengan fasilitas lengkap. Layanan diagnostik dengan fasilitas Radiology Diagnostic yang bisa melakukan MRI prostat, hingga tindakan biopsi prostat dengan akurasi tinggi menggunakan alat Robotic Prostate Biopsy.
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) mempengaruhi banyak pria di seluruh dunia: pada tahun 2010, prevalensinya lebih dari 210 juta pria. Hampir 50% pria di atas usia 50 dan hingga 80% pria di atas usia 80 mengalami gejala PPJ.
Prof. dr. Ponco Birowo, Sp.U(K), Ph.D., Dokter Spesialis Urologi RSU Bunda Jakarta mengatakan, “Prevalensi PPJ meningkat karena peningkatan faktor risiko metabolik yang dapat dimodifikasi, seperti obesitas. Obesitas pria telah dikaitkan dengan peningkatan risiko PPJ dan peningkatan keparahan gejala pada pria yang terkena PPJ. Strategi untuk mengurangi risiko dan keparahan PPJ meliputi penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik, dan pengurangan konsumsi kafein dan alkohol.”
Terapi Farmakologis sebagai metode pengobatan PPJ dengan menggunakan dua kelas obat sebagai standar perawatan sejak akhir 1980-an sedangkan terapi Reseksi Prostat Transuretra (TURP) yang telah lama dianggap sebagai standar baku untuk perawatan bedah PPJ.
Ia melanjutkan, “Terdapat beberapa pengobatan dengan teknologi laser yang bisa gunakan diantaranya yaitu Holmium, Thulium dan Greenlight. Penggunaan laser bertenaga tinggi dan lebih efisien ini bergantung pada pengalaman operator.”
Biopsi prostat robotik merupakan prosedur untuk mengambil sampel jaringan yang mencurigakan pada kelenjar prostat dengan bantuan robotik yang mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan trauma jaringan. Keunggulan dari biopsi prostat robotik yaitu:
- Mendeteksi kanker prostat dengan stadium yang lebih awal dan lebih akurat
- Menentukan penempatan jarum biopsi tertuju dengan otomatis pada target jaringan yang diduga lesi kanker dengan akurasi yang tinggi.
- Gerakan pemindai dapat memperjelas dan membuat distribusi merata potongan gambar dua dimensi (2D) terhadap rekonstruksi tiga dimensi (3D).
- Meminimalisir deformasi prostat karena interaksi dengan probe dengan gerakan yang sama dapat digunakan untuk memindai dan menyelaraskan probe untuk biopsi.
Berikutnya terkait operasi radikal prostatektomi, ini adalah salah satu pengobatan andalan pada kanker prostat lokal terutama pada stratifikasi risiko menengah hingga tinggi. Hingga saat ini, tindakan radikal prostatektomi dengan teknologi robotik menjadi standar pelayanan untuk radikal prostatektomi di mayoritas negara maju.
“Sebuah studi yang membandingkan hasil operasi teknik robotik radikal prostatektomi dengan laparoskopi menunjukkan kontinensia urin dan fungsi ereksi yang lebih baik pada 3 bulan pasca operasi dengan teknologi robotik. Temuan lain adalah nyeri pasca operasi yang lebih rendah pada teknik robotik dibandingkan operasi terbuka dan laparoskopi,” ungkap dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, Sp.U(K), Ph.D, FICRS, Dokter Spesialis Urologi RSU Bunda.