Thalassemia, Penyakit Genetis Pemicu Anemia
|Moms & Dads, Thalassemia termasuk penyakit genetis yang banyak terjadi pada orang Asia seperti kita. Menurut data Lembaga Eijkman, prevalensi di Indonesia adalah 3-10% dan ada 9.212 pasien di seluruh Indonesia menurut data UKK Hematologi-Onkologi 2016.
Kelainan gen pembentuk protein utama hemoglobin akan membuat sel darah merah berbentuk abnormal dan mudah pecah, memicu anemia. Tim medis hanya bisa mendiagnosa penyakit ini melalui pemeriksaan sample darah di laboratorium. Tapi sebenarnya kita dapat memperkirakan kemungkinan si kecil mengidap Thalassemia bila salah satu atau kedua orangtua adalah pengidap dan pembawa gen.
Bila salah satu dari Moms & Dads adalah pembawa gen Thalassemia, si kecil berisiko mengidap Thalassemia minor, yang bisa tidak menampakkan gejala. Tetapi bila kedua orangtua adalah pembawa atau salah satu maupun keduanya menderita Thalassemia, maka si kecil berpeluang lebih besar mengidap penyakit yang sama dengan tipe yang lebih berat atau Thalassemia mayor.
Gejala penyakit ini sangat bervariasi dan bisa muncul sejak kecil atau menjelang remaja. Secara umum gejalanya adalah:
- Kelainan struktur tulang, terutama di bagian wajah
- Urine berwarna gelap
- Tumbuh kembang lambat
- Rasa lelah berlebihan dan tampak lemas
- Kulit tampak pucat kekuningan.
Sampai sekarang penyakit genetis ini hanya dapat disembuhkan dengan transplantasi sumsum tulang atau sel punca. Sulitnya mendapatkan donor sumsum tulang dan biaya yang sangat tinggi membuat lebih banyak pasien yang tidak menjalani transplantasi. Agar dapat menjalani kehidupan normal, pasien perlu mendapatkan transfusi darah secara rutin seumur hidup. Tapi treatment ini bisa memicu banyak komplikasi, seperti infeksi Hepatitis dan HIV, penumpukan zat besi, sirosis hati, kulit menghitam, gangguan jantung dan lainnya.
Dr. dr. Pustika Amalia, SpA (K), Ketua Divisi Hemato-Onkologi Anak RSCM menjelaskan, “Pasien Thalassemia membutuhkan transfusi darah yang rutin dan darah yang diberikan harus melalui proses screening yang baik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.”
Dalam seminar Pemeriksaan Hemoglobin (HB), Langkah Awal Kenali Gejala Anemia yang digelar HemoCue dan Kedutaan Besar Swedia, di Jakarta, 12 April, Dr. Puspita menambahkan, idealnya darah harus melalui screening Nucleic Acid Test atau NAT untuk mengurangi risiko infeksi dan proses leukodepleted pre-storage untuk memperlambat kemungkinan terjadinya reaksi transfusi. Sayangnya hanya tersedia di beberapa kota besar di Indonesia, butuh biaya tinggi dan belum termasuk dalam jaminan kesehatan nasional.
“Melihat biaya pengobatan yang sangat tinggi dan bahwa penyakit ini belum dapat disembuhkan, screening penduduk di negara yang memiliki prevalensi Thalassemia tinggi seperti Indonesia wajib dilaksanakan,” ujar Dr. Puspita.
Salah satu alat skrining, pengukur Hb dengan akurasi baik adalah HemoCue. Karin Dahllof, Direktur Global Produk Manajemen HemoCue menjelaskan, “Alat kami telah digunakan di seluruh lapisan layanan kesehatan, mulai dari rumah sakit hingga puskesmas. Dengan adanya alat skrining yang akurat, risiko yang ada pada penderita anemia dapat lebih cepat dideteksi.”