Standard Chartered Bank Gelar Pelatihan Guru Anak Berkebutuhan Khusus
|Perlu keahlian spesial untuk membimbing si kecil yang juga istimewa, Moms & Dads. Standard Chartered Bank (SCB) menyadari hal ini dan memilih menggelar pelatihan bagi para guru Sekolah Luar Biasa atau SLB sebagai bagian dari program CSR mereka di bidang Kesehatan, Seeing is Believing, yang diluncurkan pada 2003.
Bersama CBM dan Yayasan Pelayanan Anak dan Keluarga atau LAYAK, selama tiga hari, 7-9 Agustus 2017, SCB mengadakan pelatihan bagi guru-guru dari 14 SLB di Jabodetabek. Pelatihan khusus untuk membantu anak-anak dengan penglihatan terbatas atau low vision ini diadakan di Pusat Pelatihan Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala, Jakarta Timur.
“Negara kita termasuk negara yang memiliki angka kasus low vision tinggi. Anak-anak dengan low vision, ditambah berkebutuhan khusus, sangat sulit mendapatkan akses pendidikan,” tutur Dody Rochadi, Country Head of Corporate Affairs Standard Chartered Bank Indonesia.
Menurut data WHO 2012, sekitar 246 juta penduduk dunia mengalami low vision dan terancam kebutaan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan tingkat kebutaan tertinggi di dunia. Ada sekitar 3,5 juta orang mengalami kebutaan dan 50-60%-nya disebabkan katarak. Penyebab lainnya adalah glukoma, trachoma, dan penyimpangan pembiasan mata atau refractive error. Tingginya angka ini juga berpengaruh pada produktivitas dan perkembangan ekonomi nasional.
Dody Rochadi menambahkan, “Melalui program Seeing is Believing, sepanjang 2009 sampai 2015, SCBI sudah membantu sekitar enam juta orang. Sekitar 138 ribu orang telah mendapatkan pemulihan kesehatan mata. Kami juga sudah mendistribusikan sebanyak 60 ribu kacamata dan membangun Eye Health Centre yang pertama di Makassar, Sulawesi Selatan tahun lalu. Tahun ini, kami menyumbang Retina Camera mobile untuk pemeriksaan mata bayi prematur di RSCM dan RSUD sekitarnya.”
Khusus untuk penanganan low vision, SCBI bekerjasama dengan LAYAK. Programnya sendiri bertujuan untuk mengidentifikasi dini anak-anak dengan gangguan penglihatan dan meningkatkan akses layanan low vision yang komprehensif. “Kami berusaha mengembangkan layanan low vision yang terintegrasi antara rumah sakit, lembaga pendidikan dan masyarakat,” ujar Evie Tarigan, Ketua Umum LAYAK Foundation.
Ibu Sri Wahniti, seorang pengajar SLB A, yang ikut dalam program pelatihan di Rawinala, menuturkan, “Saat pelatihan hari pertama, kami diberi kacamata khusus untuk penderita low vision. Saya jadi lebih mengerti dan berempati untuk memberikan bimbingan yang lebih baik pada anak-anak berkebutuhan khusus. Saya percaya anak-anak dengan low vision dapat dibimbing untuk lebih mandiri dan berkualitas.”