Skoliosis Bisa Ditangani Tanpa Operasi
Tulang belakang yang lurus, bisa melengkung ke kiri atau kanan, Moms & Dads. Kondisi ini disebut skoliosis dan penyebabnya beragam walaupun 80% tidak diketahui pasti atau idiopatik. Orang dewasa maupun anak-anak dapat mengalami kondisi, yang tidak hanya mempengaruhi postur tubuh tetapi juga kesehatan secara umum ini.
Dr. dr. Ninis Sri Prasetyowati, Sp. KFR, konsultan ahli Klinik Scoliosis Care Jakarta Selatan, mengungkap, “Prevalensi skoliosis di dunia 3% dan di negara kita, 4-5%. Kondisi ini bisa terjadi sejak balita dan kanak-kanak, usia 0-3 tahun, 4-9 tahun (juvenile), 10-19 tahun (adolescent) dan lebih dari 19 tahun (adult). Progresivitas terjadi di usia 10-18 tahun dan lebih banyak terjadi pada perempuan.”
Ia menambahkan,”Skoliosis bisa terjadi karena faktor genetik, kelainan kongenital atau bawaan dari lahir, kelainan pembentukan tulang atau neurologis, dan habitual atau kebiasaan membawa barang berat.”
Seseorang disebut mengalami skoliosis bila kelengkungan atau kurva tulang belakangnya mencapai lebih dari 10 derajat. Moms & Dads dapat mendeteksi kondisi ini pada si kecil dengan memperhatikan postur tubuhnya dari belakang saat berdiri atau membungkuk. Ciri-cirinya sebagai berikut:
- Bahu asimetris atau miring
- Ada tonjolan tulang bahu
- Tampak kurva atau lengkungan di punggung sehingga berdirinya tak bisa tegak
- Pinggul miring
- Pinggang miring.
Bila membungkuk:
- Tampak punuk di punggung atas, atau
- Punuk di punggung bawah
Setelah melihat tanda-tandanya, Moms & Dads perlu memastikan dengan memeriksakan si kecil ke klinik khusus atau rumah sakit.
“Sebaiknya, untuk deteksi dini anak-anak perlu melakukan scoliosis test karena biasanya tidak ada gejala seperti nyeri punggung dan sesak nafas. Bahkan anak perempuan wajib melakukan scoliosis test di usia 9-10 tahun dan usia 14 tahun,” ujar Labana Simanihuruk, B.Sc., ahli fisiologi dan anatomi sekaligus Brace & Rehab Clinician dari Scoliosis Care, di Tjikini Lima Resto, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Juli 2018.
Mengapa perempuan lebih banyak terkena scoliosis? Fisioterapis Scoliosis Care, Nistriani T. P Kusaly, Sst,Ft, menjelaskan, “Perempuan memiliki otot yang lebih sedikit dan lemah dibandingkan laki-laki sehingga ketika tulang membengkok otomatis otot ikut berubah.”
Kabar baiknya, skoliosis (kecuali scoliosis congenital) bisa ditangani tanpa pembedahan. Terapi non-operasi menjadi harapan baru karena dapat mengoreksi kurva derajat yang besar. Di klinik Scoliosis Care, tahapan penanganannya dimulai dengan deteksi menggunakan scolio meter dan metoda Adam Test, pengecekan X-Ray, dan dilanjutkan dengan terapi sesuai kebutuhan pasien, termasuk dengan menggunakan brace yang nyaman di tubuh pasien.
“Brace secara klinis terbukti dapat mengurangi lengkung atau kurva, mengurangi sakit, dan memperbaiki postur tubuh,” ujar Labana. “Pada anak, proses perbaikan bisa lebih cepat karena kondisi tubuh masih optimal. Untuk kurva di bawah 20 derajat, brace bisa digunakan hanya di malam hari, sekitar 8-12 jam. Ukuran dan bentuk brace juga dapat disesuaikan mengikuti perubahan tubuh,” tambahnya.
Lamanya penggunaan brace setiap hari juga disesuaikan dengan kondisi pasien. Sang Ayu Putu Cynthia Maharani, seorang penari dan karyawan swasta, terdiagnosa scoliosis idiopatik sejak SMP. Tetapi baru dua tahun terakhir ia mengenakan brace dan menjalani terapi secara teratur di Scoliosis Care. “Dalam satu bulan, kurva menurun dari 53 derajat ke 30 derajat. Brace yang digunakan juga tidak menghambat aktivitas. Saya bisa beraktivitas seperti biasa dan berolahraga,” tutur Cynthia yang mengenakan brace 23 jam/hari.
Labana menambahkan, pasien perlu untuk tetap aktif agar proses koreksi lebih optimal. Selain penggunaan brace, pasien perlu rutin melakukan beragam exercise dan menjaga berat badan ideal. “Skoliosis juga bisa dicegah dengan postur duduk ergonomis, menerapkan pola hidup aktif serta rutin berolahraga apa saja,” ujarnya.