Kolaborasi Docquity Clinic dan Lovepink, Dukung Kemudahan Akses Melalui Digital Smart Health Community
|Bermula sebagai platform jaringan dokter professional terbesar di Asia Tenggara dengan lebih dari 250.000 dokter yang tergabung, Docquity memperkenalkan Docquity Clinic sebagai aplikasi tambahan, yang merupakan Digital Smart Health Community dengan menggandeng Lovepink. Melalui kegiatan konferensi pers yang menghadirkan Amit Vithal selaku CMO & Co Founder Docquity Clinic, dr. Karina Andini selaku Regional Head of Partnership serta Samantha Barbara selaku Chairwoman dari Lovepink, Docquity Clinic hadir untuk memberikan kemudahan akses serta ketersediaan informasi, edukasi dan konsultasi kepada para pasien untuk mengetahui proses penanganan yang tepat terhadap permasalahan kesehatan yang dihadapi.
CMO & Co Founder Docquity Clinic, Amit Vithal menyampaikan, “Terbentuk tahun 2015, Docquity yang merupakan jaringan professional terbesar untuk kalangan dokter di Asia Tenggara, terus mendukung misi Kementerian Kesehatan Indonesia untuk membantu pasien mendapatkan akses layanan kesehatan yang mudah. Docquity pun memahami bagaimana kebutuhan pasien dan juga penyintas, khususnya informasi edukasi kesehatan dari sumber yang terpercaya serta bagaimana transformasi digital memiliki peran krusial dalam akses layanan kesehatan yang mudah demi kualitas hidup yang lebih baik. Atas dasar itu, Docquity memperkenalkan Docquity Clinic yang hadir sebagai platform Digital Smart Health Community. Hadirnya aplikasi ini diperuntukkan sebagai media informasi dan konsultasi yang menghubungkan dokter dan pasien kapan saja dan di mana saja, mendapatkan pengetahuan serta pemahaman mengenai kebutuhan medisnya dengan akurat dan terkini.” ungkapnya.
Mengenai kebutuhan pasien dan juga penyintas dalam mendapatkan akses informasi dan layanan kesehatan yang mudah, dr. Karina Andini selaku Regional Head of Partnership Docquity Clinic menambahkan, “Docquity Clinic menyediakan wadah mengenai informasi kesehatan dari sumber terpercaya juga menghadirkan forum diskusi kesehatan bersama para dokter yang terkurasi oleh Docquity Clinic, sharing session class untuk para pasien dan penyintas, dan edukasi kesehatan berbasis digital untuk berbagai macam komunitas kesehatan.” tambahnya.
Untuk semakin memberikan akses kepada masyarakat yang lebih luas, Docquity Clinic menggandeng Lovepink, sebuah komunitas nirlaba yang bertujuan untuk memberikan pendampingan dan edukasi terhadap pejuang dan penyintas dari penyakit kanker payudara. Akses edukasi dan layanan kesehatan yang dilakukan oleh Docquity Clinic diantaranya adalah Pink Doctors Virtual Run yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai penyakit kanker payudara, serta mendukung kegiatan yang diinisiasi oleh Lovepink yaitu USG payudara gratis untuk 1000 perempuan prasejahtera di Indonesia yang disponsori oleh Philips Foundation.
Samantha Barbara, chairwoman Lovepink, menyambut baik atas kolaborasi Docquity Clinic dan Lovepink. “Kolaborasi Docquity Clinic dan Lovepink sejalan dengan misi dan visi kami yang berfokus pada isu seputar payudara dan kegiatan kampanye peduli kesehatan payudara. Kami pun mengapresiasi atas hadirnya Docquity Clinic ini sebagai digital smart health community yang berguna bagi komunitas pejuang dan penyintas seperti Lovepink. Kami berharap Docquity Clinic dapat terus secara berkelanjutan menyediakan wadah bagi komunitas pasien dan penyintas untuk mendapatkan informasi yang tepat melalui berbagai aktivitas yang bersifat edukatif mengenai isu kesehatan yang dihadapi. “
Lebih lanjut, Docquity Clinic saat ini telah bekerja sama dengan berbagai macam komunitas kesehatan di Indonesia diantaranya Mother Hope Indonesia (MHI), Yayasan Kanker Anak Indonesia (YKAI), Cancer Information & Support Center (CISC), Yayasan Hipertensi Paru Indonesia, Keluarga Kelainan Jantung Bawaan (KKJB) dengan tujuan untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai kesehatan yang terpercaya.
“Di era transformasi digital serta kondisi pandemi saat ini, kehadiran Docquity Clinic diharapkan menjadi jawaban bagi para pasien maupun penyintas di Indonesia yang kesulitan mendapatkan akses informasi mengenai kebutuhan medisnya, serta bisa mendapatkan informasi edukatif yang disampaikan oleh sumber terpercaya secara berkelanjutan.” tutup Amit.