Download!Download Point responsive WP Theme for FREE!

Kenali Aritmia, Cegah Kematian Mendadak

Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Moms & Dads, sering sekali kita mendengar kasus kematian mendadak, terutama pada pasien penyakit jantung. Ternyata setelah diteliti, 87% pasien penyakit jantung koroner yang meninggal mendadak di Indonesia, sebenarnya juga menderita aritmia atau gangguan irama jantung.

Aritmia terjadi karena adanya gangguan produksi impuls atau abnormalitas penjalaran impuls listrik ke otot jantung. Gejala yang paling mudah dikenali adalah jantung berdebar bukan karena stress atau berolahraga berat. Debaran jantung bisa terjadi ketika denyut jantung cepat maupun lambat, bisa terasa tidak teratur, denyut lebih kuat, ada jeda, atau bisa juga terjadi saat dada sakit. Gejala lainnya adalah keleyengan, pingsan, hingga stroke dan kematian mendadak. Bahkan ada beberapa kasus yang gejala awalnya stroke.

“Terjadi henti jantung selama 4 menit saja sudah dapat menimbulkan kerusakan otak. Dan bila berlangsung sampai 9 menit, bisa fatal,” ujar Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), yang baru saja dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ada dua kelompok jenis penyakit ini, yaitu bradiaritmia dan takiaritmia. Bradiaritmia ditandai laju jantung yang terlalu lambat, kurang dari 60 kali per menit (kpm). Sementara pada takiaritmia laju jantung terlalu cepat, lebih dari 100 kpm. Kasus yang paling sering ditemui dengan gejala awal stroke adalah fibrilasi atrium yang tergolong kelompok takiaritmia.

“Pada fibrilasi atrium, stroke bisa terjadi hanya dalam waktu 48 jam, karena saat itu penggumpalan darah telah terbentuk,” ujar Prof. Yoga saat jumpa pers Mengatasi Aritmia, Cegah Kematian Mendadak, di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, 11 Agustus 2017.

Faktor risikonya cukup beragam, Moms & Dads. Prof. Yoga menyebut sebagian besar karena faktor keturunan atau bawaan lahir sehingga si kecil usia 0 – 14 tahun pun dapat mengalaminya. Ia mencontohkan sindrom Brugada atau kematian mendadak saat tidur yang banyak terjadi di Asia Tenggara. Faktor risiko ini bisa diatasi dengan menjalankan pola hidup sehat.

“Pola makan perlu dijaga, seperti tidak mengonsumsi terlalu banyak garam pemicu hipertensi karena hipertensi termasuk faktor penyebab fibrilasi atrium. Tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang banyak menstimulasi jantung, dan lainnya,” papar dad empat anak ini.

Ia menambahkan, Moms & Dads perlu rutin melakukan cek kesehatan setahun sekali atau 6 bulan sekali. Bila merasa jantungnya sering berdebar, sebaiknya lakukan pemeriksaan EKG saat gejala itu terjadi karena aritmia kadang luput terdeteksi.

 

Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K) di tengah Direktur Umum dan SDM RS Harapan Kita - Dr. dr. Basuni Radi, SpJP(K), Kepala Dept. Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler - Dr. dr. Amaliana M. Soesanto, SpJP(K)-, dr. Dicky Armein Hanafy, SpJP(K) dan Eugenia Siahaan
Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K) di tengah Direktur Umum dan SDM RS Harapan Kita – Dr. dr. Basuni Radi, SpJP(K), Kepala Dept. Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler – Dr. dr. Amaliana M. Soesanto, SpJP(K)-, dr. Dicky Armein Hanafy, SpJP(K) dan Eugenia Siahaan

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *