Download!Download Point responsive WP Theme for FREE!

Deteksi Fibrilasi Atrium, Cegah Kelumpuhan

Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Moms & Dads, beberapa waktu lalu kita pernah membahas tentang aritmia atau gangguan irama jantung. Fibrilasi Atrium atau FA adalah jenis aritmia kelompok takiaritmia yang paling banyak ditemui di dunia. FA berbahaya karena gejala awalnya bisa stroke, yang berakibat kelumpuhan hingga kematian.

Umumnya fibrilasi atrium muncul di usia lanjut, 80 tahun ke atas. Tapi sekarang banyak penderita FA berusia produktif, di bawah 60 tahun. Fibrilasi atrium ini terjadi karena sumber listrik jantung yang berubah. Normalnya, bilik jantung berdenyut karena ada aliran listrik dari sinus node di serambi jantung. Tapi pada pasien FA, aliran listrik datang dari banyak sumber lain, yang jumlahnya mencapai 400-600.

“Karena banyak dan masuknya ke bilik kiri jantung tidak teratur, maka melahirkan denyut jantung yang irregular,” papar Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, Sp.JP(K), FIHA, FasCC, Guru Besar Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI dalam press conference Raba Nadi, Kenali FA, Hindari Kelumpuhan di RSPJN Harapan Kita, Jakarta, 11 Oktober 2017.

Akibat banyaknya aliran listrik, terjadi turbulensi di serambi kiri jantung. Aliran darah berhenti di bagian kuping jantung, area antara serambi kiri dan kanan. Terjadilah penggumpalan darah di sana. Gumpalan darah ini bisa terlepas masuk ke bilik kiri dan terpompa ke pembuluh darah besar saat jantung berdenyut. Bila terpompa naik dan masuk ke pembuluh darah otak akan terjadi penyumbatan sehingga memicu stroke.

“Sumbatan yang terjadi biasanya lebih banyak dan lebih luas, sehingga kelumpuhan akibat stroke pada pasien FA lebih parah. Bisa juga berujung kematian. Itu sebabnya risiko stroke pada pasien FA 500% lebih tinggi daripada pasien penyakit jantung biasa,” ujar Prof. Yoga.

Untuk deteksi dini FA, Indonesia Heart Rhythm Society (InaHRS) bersama Asia Pasific Heart Rhythm Society (APHRS), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia cabang Jakarta (PERKI Jaya), Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI mengkampanyekan MENARI — MEraba NAdi sendiRI– tahun ini. “Dengan meraba denyut arteri radialis di pergelangan tangan, di bawah ibu jari kiri, kita akan merasakan irama jantung. Raba dengan dua atau tiga jari, tak usah ditekan,” jelas Prof. Yoga.

Bila Moms & Dads merasakan denyut yang cepat, lebih dari 100 per menit, Moms & Dads perlu waspada. Apalagi bila denyut terasa tidak teratur, kadang cepat, kadang lambat, kadang seperti bunyi  drum, kadang seperti ditumbuk, kadang mirip ikan menggelepar atau malah terhenti. Moms & Dads perlu berkonsultasi dan memeriksakan diri ke dokter. MENARI juga disarankan untuk dilakukan setiap hari, saat bangun pagi atau sebelum tidur.

Selain MENARI, Moms & Dads bisa mendeteksi gejala Fibrilasi Atrium yang lain, yaitu:

  • Cepat lelah
  • Denyut jantung terasa lebih cepat dan berubah-ubah
  • Nafas pendek dan sesak
  • Berdebar, detak jantung seperti menumbuk atau bergeretak
  • Kesulitan berolahraga dan beraktivitas lainnya karena mudah capek
  • Nyeri dada, serasa dihimpit atau ditekan terutama saat berdebar
  • Merasa pusing dan melayang hingga pingsan
  • Lebih sering kencing.

Dari gejala-gejala ini, dokter akan memastikan diagnosa dengan pemeriksaan EKG. Bila perlu, Moms & Dads akan diminta untuk mengenakan alat perekam monitor Holter selama 7 hari hingga beberapa minggu agar hasilnya lebih akurat. Holter biasanya terdapat di fasilitas kesehatan sekunder.

Bila positif didiagnosa FA, penanganannya bisa beragam tergantung kondisi pasien. Bisa berupa kardioversi atau kejut listrik untuk mengembalikan irama jantung. Bisa dengan pemberian obat antikoagulan atau pengencer darah, ablasi radiofrekuensi untuk pasien yang tidak merespon obat, dan pemasangan LAA Closure ACP.

“Ada dua macam obat antikoagulan yang bisa diberikan. Obat lama berisiko pendarahan sehingga pemberian dosisnya harus cermat. Obat baru, oral baru atau OKB lebih aman, tetapi belum tercover BPJS,” ujar Prof. Yoga.

Pemberian obat perlu terus dilakukan untuk mencegah stroke, meskipun irama jantung terasa normal. Ini karena ada tiga jenis FA, yaitu paroksimal dengan gejala timbul tenggelam, persistence dengan gejala muncul terus-menerus tapi kemudian hilang karena obat, dan ketiga adalah FA permanen. “Ketiga jenis ini sama-sama memicu stroke,” ujar Prof. Yoga.

Sekali terkena FA, menurut Prof. Yoga tak akan bisa kembali ke irama jantung normal atau irama sinus. Beberapa langkah ini dapat Moms & Dads sekeluarga terapkan untuk mengurangi risiko FA:

  1. Mengonsumsi makanan sehat
  2. Memilih makanan yang rendah lemak jenuh, menghindari lemak trans dan garam.
  3. Olahraga secara teratur, dan
  4. Hindari merokok atau menjadi perokok pasif.
Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), FIHA, FasCC
Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), FIHA, FasCC

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *