Gagap, Psikologis atau Genetis?
|“Aa…kk ku…be…be…lum… ngan… t tuk.” Danny yang berusia 3 tahun, selalu mengucapkan kata-katanya dengan terbata-bata dan penuh perjuangan. Pernah juga dia mengulang-ulang satu suku kata hingga akhirnya ‘menemukan’ suku kata berikutnya.
Selama berbicara, Danny juga sering mengedip-ngedipkan mata dan menggoyangkan kepala. Seakan-akan kedua gerakan itu akan membantunya memperlancar ucapannya.
Gagap bisa terjadi pada anak usia dua tahun atau lebih selama beberapa bulan, sebagai bagian dari proses belajar bicara. Tetapi pada kasus khusus, gagap bisa terbawa hingga dewasa. Penelitian menunjukkan, anak yang mulai gagap di usia 8-10 tahun, kemungkinan besar akan terus gagap hingga dewasa, dan prosentase penderita laki-laki lebih besar daripada perempuan.
Penyebabnya beragam. Dokter Martin Sommer dari Uniklinik Göttingen, Jerman, memperlihatkan gagap bisa disebabkan oleh gangguan pada sebelah kiri depan otak, yang mengendalikan proses bicara. Kelainan bicara ini juga bisa timbul karena masalah genetis atau keturunan, seperti bentuk lidah yang pendek dan kaku. Atau bisa juga karena masalah psikologis. Anak yang tertekan dengan sikap perfeksionis orang tua cenderung mengalami gagap.
Tips menghadapinya:
- Jangan memaksa anak mengucapkan kata-katanya lebih cepat, apalagi sampai memarahinya.
- Hindari melengkapi kata-kata si kecil, bersabarlah menunggu hingga kata-katanya selesai.
- Lebih sering mengajak si kecil bercakap-cakap dengan santai untuk memperlancar ucapannya sekaligus menumbuhkan rasa percaya diri ketika berbicara.
- Bila si kecil tetap gagap di usia sekolah, sebaiknya mulailah berkonsultasi dengan terapis bicara.