Rendahnya Deteksi Penyakit Jantung Bawaan Di Indonesia Menjadi Masalah Krusial
|Permasalahan mengenai rendahnya deteksi penyakit jantung bawaan di Indonesia juga membawa masalah krusial. Sebab, rendahnya deteksi penyakit jantung bawaan akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, yang secara tidak langsung berdampak terhadap masa depan dari sebuah bangsa dan negara.
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan kelainan struktur jantung sejak lahir akibat kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.
“Insiden 8-10/1000 kelahiran hidup dapat ditemukan 30% pada bulan pertama kehidupan dan 50% meninggal pada bulan pertama kehidupan” ungkap dr. OktaviaLilyasari, Sp.JP(K), FIHA, dalam konferensi pers virtual dengan tema Cardiovascular Medicine in 2022 and Beyond: Adaptive, Personalized and Evidence Based, Kamis (22/9).
Selanjutnya ia menambahkan bahwa kondisi PJB di Indonesia sebagai kontribusi pada angka kematian bayi yang tinggi. Diketahui data bayi dengan PJB sejumlah 80 ribu per tahun. Selain itu, 1 dari 4 bayi tersebut dengan PJB kritis memerlukan intervensi segera. RS Jantung dan Pembuluh darah sebagai pusat rujukan nasional PJB di Indonesia atas peningkatan angka rujukan nenoatus dengan PJB kritis.
Ada beberapa faktor-faktor risiko dari PJB, antara lain: Gen; Riwayat keluarga dengan PJB, Sindroma; Rubella, CMV, dan Toxoplasma; Diabetes Melitus; Penggunaan obat-obatan; Alkohol; xRay; Merokok.
“Cara diagnosis PJB bisa diketahui saat masih dalam kandungan atau setelah lahir, namun ada juga yang tidak diketahui sampai anak menjadi besar hingga usia dewasa” ujar dr. Oktavia.
Tanda-tanda umum PJB pada anak yaitu biru, terdengar bising jantung pada pemeriksaan, nadi perifer lemah, ekstremitas dingin, pembesaran liver, dan bengkak.
Gejala PJB secara spesifik dari bayi baru lagi hingga remaja, sebagai berikut:
- Bayi baru lahir : sulit menyusu, gangguan tumbuh kembang, biru, nafas cepat, keringat dingin.
- Anak : sulit menyusu, gangguan tumbuh kembang, biru, infeksi saluran nafas berulang, keterbatasan aktivitas.
- Remaja : sesak nafas, cepat lelah, sakit dada, berdebar, pingsan, bengkak.
Untuk deteksi dini PJB bisa dilakukan melalui: gejala, pemeriksaan fisik (kadar oksigen, brising jantung), pemeriksaan penunjang (rekam listrik jantung (EKG), rontgen dada, dan ultrasonografi jantung atau ekokardiografi), pemeriksaan penunjang lanjut: kateterisasi jantung, MSCT, MRI, kardiak.
Alasan intervensi non-bedah menjadi salah satu pilihan dalam tatalaksana PJB dikarenakan tidak ada atau dengan scar minimal, menurunkan morbiditas dan mortalitas, overall cost lebih rendah daripada tindakan bedah, lama perawatan yang lebih singkat.
Dengan melakukan deteksi dini dalam mengidentifikasi gejala dan tanda PJB hingga proses rujukan yang cepat serta tatalaksana yang tepat akan memperbaiki outcome PJB. Sehingga permasalahan krusial ini dapat segera diatasi serta anak dapat menjalani kehidupan di masa depan dengan tumbuh kembang yang baik.