TALKINC Ajak Generasi Muda Berkomitmen Selamatkan Dunia
|Pandemi Covid-19 merupakan salah satu contoh dampak krisis kesehatan yang ditimbulkan akibat rusaknya keseimbangan alam Berangkat dari kesadaran akan kondisi bumi yang semakin mengkhawatirkan serta bergesernya manfaat media sosial dalam mempermudah komunikasi, TALKINC melalui acara TALKINC 16 Years of Collaboration yang bertemakan “Am I Fully Awake?”. Tema ini merupakan kolaborasi dengan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) yang berkelanjutan sejak 2019 untuk mengajak para insan muda dari seluruh lapisan generasi untuk berkomitmen selamatkan bumi atau dunia, memanfaatkan media sosial untuk bertukar informasi positif serta memberikan donasi.
“Pandemi Covid-19 dan meningkatnya informasi palsu merupakan contoh kecil dari rusaknya keseimbangan alam dan kehidupan bermasyarakat. Saat ini, setidaknya kita merasakan bahwa suhu bumi ini semakin meningkat, dan kita juga berada pada era post-truth dimana pengaruh ketertarikan emosional dan kepercayaan pribadi lebih tinggi dibandingkan fakta dan data objektif dalam pembentukan opini, sehingga kita semakin sulit membedakan informasi valid dan tidak atau disebut post-truth. Untuk mengembalikan kondisi bumi yang layak disinggahi tentu tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah, dan pemerhati lingkungan saja. Tetapi, kita sebagai mahluk sosial sebaiknya mulai berkontribusi untuk memulai pola hidup sehat, ramah lingkungan dan menyebarkan edukasi kebaikan melalui media sosial.” Ungkap Erwin Parengkuan Founder dan CEO TALKINC.
Kondisi bumi kini sangat mengkhawatirkan dengan banyak kejadian alam yang ekstrem yang disebabkan oleh aktivitas manusia sehari-hari yang menyebabkan kerusakan keseimbangan alam yang berdampak pada pemanasan global. Adanya peningkatan suhu bumi yg mendekati ambang batas peningkatan sebesar 1,5 derajat Celsius dalam 12 bulan terakhir. World Meteorology Organizations (WMO) mencatat suhu di pangkalan Esperanza Antartika mencapai suhu 18,3 derajat celcius pada 2020. Suhu tersebut menjadi rekor tertinggi di Antartika sejak 2015. Jika hal ini tidak segera dikendalikan dan diperbaiki maka kerusakan alam akan berdampak jauh lebih buruk bagi kehidupan di masa yang akan datang.
Yayasan Indonesia Cerah dan Change.org mencatat bahwa 89% generasi muda merasa sangat khawatir dengan dampak krisis iklim yang terjadi saat ini. Seiring perkembangan teknologi di era komunikasi digital, telah merubah cara dan sudut pandang kehidupan bermasyarakat. Seharusnya kemajuan teknologi komunikasi mendatangkan manfaat dalam penyampaian informasi yang cepat, sehingga mendorong kita lebih cepat sadar dan tanggap akan kondisi bumi ini. Di sisi lain, perkembangan teknologi komunikasi membuat perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih individual dan sibuk dengan perangkat masing-masing. Tidak hanya itu, sosial media juga digencat dengan propaganda digital seperti meningkatnya penyebaran informasi palsu / hoax sehingga dihadapkan juga oleh ketidakpastian informasi dan krisis kepercayaan antar manusia.
“Tanpa kita sadari bahwa kegiatan sehari-hari seperti perilaku konsumtif, serta pengelolaan limbah rumah tangga dan elektronik yang tidak tepat menyebabkan kerusakan keseimbangan alam. Kedua hal tersebut sebaiknya kita kelola dengan bijak dan bertanggung jawab. Kami prihatin dengan banyaknya sampah plastik hingga elektronik mengotori sungai, laut dan ini berdampak nyata pada kehidupan kita. Tidak hanya menciptakan bencana alam, namun juga polusi yang berimbas pada krisis kesehatan,” ungkap Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik.
“Tidak hanya masalah lingkungan, kita juga dihadapkan perkembangan teknologi yang menambah deretan tantangan bagi kehidupan sosial dimasa mendatang. Setidaknya saat ini terdapat 3 lapis generasi yakni Y, Z dan A dengan gaya komunikasi berbeda dipertemukan dalam platform media sosial.” tambah Erwin Parengkuan.
TALKINC menyadari bahwa generasi Y, Z dan A dihadapkan oleh tantangan yang begitu besar untuk kehidupan dimasa yang akan datang antara lain; keseimbangan alam, ketidakpastian global dan perubahan tatanan kehidupan sosial di era digital. Untuk menghadapi tantangan tersebut, dibutuhkan rasa saling memiliki serta bergotong-royong antar generasi.
“Kami mengajak pada semua lapisan generasi Y, Z dan A untuk bersama-sama hadapi tantangan ini dengan rasa saling memiliki dan menguatkan. Kami sadar bahwa setiap lapisan generasi memiliki cara dan gaya komunikasi berbeda yang disebabkan oleh beragam faktor. Untuk itu, mari kita manfaatkan teknologi melalui media sosial untuk bersama-sama menyadarkan, mengingatkan, dan berkomitmen untuk menjaga bumi kita bersama.” Tambah Erwin.
Dalam menghadapi tantangan ini, TALKINC bekerjasama dengan TikTok sebagai salah satu platform media sosial untuk bersama-sama menyuarakan pergerakan menyelamatkan bumi lintas generasi. Hal ini sejalan dengan tujuan TikTok untuk dapat menginspirasi dan mendorong generasi muda dalam memberikan dampak positif terhadap komunitas serta dunia.
Pada kegiatannya, TikTok juga mendorong konten creator untuk berkontribusi secara positif dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya isu lingkungan hidup. Selain itu, TikTok dam TALKINC juga mengajak seluruh kalangan untuk turut berpartisipasi dalam mengikuti TikTok hashtag challenge dan TALKINC essay competition 300 kata mengenai Local Hero. Konsep dari Local Hero adalah menceritakan tentang seseorang yang memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitarnya. Pemenang akan diumumkan pada akhir Desember 2020 melalui platform media sosial TALKINC.
TALKINC dan TikTok berharap dapat mendorong dampak sosial generasi muda, serta berkontribusi dalam memberikan kesadaran sosial bagi pengguna media sosial. Lebih dari itu, diharapkan juga generasi muda saling menghormati, menghargai, dan bersatu padu dalam mengembalikan tatanan sosial di tengah perkembangan teknologi yang semakin terpecah-belah. Mari berjuang bersama-sama lebih keras lagi untuk mendapatkan kehidupan yang layak untuk generasi mendatang.
“Untuk berkontribusi menyelamatkan bumi, mari sekarang mulai dari diri sendiri dengan menerapkan pola hidup ramah lingkungan dan penggunaan media sosial yang lebih positif; mengedukasi, menyadarkan dan mengajak lingkungan sekitar kita untuk bersama-sama mengembalikan keseimbangan alam dan kehidupan sosial sebelum semuanya terlambat.” tutup Erwin.