11th JAFF, Film Lokal Terbaik Asia
|The 11th Jogja-NETPAC Asian Film Festival atau JAFF telah usai digelar selama sepekan, dan tahun ini menganugerahkan enam penghargaan dengan dewan juri berbeda. Bertempat di Gedung Societet – Taman Budaya Yogyakarta, keenam film peraih penghargaan diumumkan pada malam penutupan, 3 Desember 2016.
Keenam film itu adalah Istirahatlah Kata – Kata karya Yosep Anggi Noen dari Indonesia yang meraih Golden Hanoman Award (film Asia terbaik versi Asian Feature), lalu The Island Funeral karya Pimpaka Towira dari Thailand meraih Silver Hanoman Award. NETPAC Award dari Network for the Promotion of Asian Cinema (NETPAC) diraih film Turah karya Wicaksono Wisnu Legowo dari Indonesia. Geber Award yang diberikan komunitas film dari berbagai kota di Indonesia juga diraih Turah. Sementara film pendek karya Kamila Andini, Memoria, meraih Blencong Award dari Program Light of Asia dan Jogja Student Film Award.
Lima dari enam penghargaan diraih film lokal, Moms & Dads. Ini berarti film Indonesia kian diperhitungkan di kancah Asia. Menurut juri NETPAC misalnya, Turah terpilih sebagai film terbaik karena berhasil merangkai cerita sederhana menjadi sebuah pengalaman filmis yang jarang ditemukan dalam film modern kita. Kisah warga kelas ekonomi rendah tanpa romantisasi kemiskinan, dan mengangkat isu sosio-politik riil yang tidak dibuat-buat menjadi isu besar.
Total tahun ini JAFF memutar 138 judul film dari 27 negara Asia Pasifik, dan 60 di antaranya film lokal. Selama enam hari digelar di tiga lokasi utama: Gedung Societet, Empire XXI dan Taman Budaya Yogyakarta, festival ini dihadiri sekitar 8000 pengunjung. JAFF ditutup dengan pemutaran film Kyrgyzstan berjudul Travelling With Bomb, karya Nurlan Abdykadyrov (2016). Film ini bercerita tentang seorang mahasiswa Kazakhstan yang membawa istrinya ke Kirgistan dan terlibat dalam sengketa perbatasan. Ia baru bisa melintasi perbatasan bila bersedia membawa kotak ranjau hingga ke desa. Persetujuan ini tentu saja membawa drama dan kesalahpahaman tak berujung.
“Film ini menunjukkan betapa peliknya perkara perbatasan antarnegara yang kerap menciptakan tembok komunikasi atau melahirkan halangan bagi upaya membangun saling pengertian serta pemahaman,” ungkap Budi Irawanto, Direktur Festival JAFF.