Download!Download Point responsive WP Theme for FREE!

Kesadaran Bersama untuk Meminimalisir Risiko Resistansi Antimikroba pada Pasien infeksi

Foto : Istimewa
Foto : Istimewa

Resistansi Antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR) merupakan kebalnya suatu mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit serta jamur terhadap obat antimikroba yang digunakan untuk pengobatan infeksi, dan hal tersebut dapat menimbulkan masalah pada kesehatan masyarakat luas apabila tidak segera dikendalikan. Pengendalian Resistansi Antimikroba (AMR) pada pasien infeksi, terutama pasien infeksi yang berada pada Intensive Care Unit (ICU) sangat penting dilakukan. AMR apabila tidak segera dikendalikan dalam penanganan infeksi dapat menyebabkan ketidakefektifan.

Infeksi yang disertai dengan Resistansi Antimikroba dapat membuat pasien tinggal lebih lama di rumah sakit, biaya perawatan serta pengobatan yang mahal, bahkan kematian. AMR adalah tantangan pada bidang kesehatan manusia dan kesehatan hewan dengan skala global yang harus segera ditekankan penyebarannya. Agar mencapai hal ini, seluruh sektor sangat penting dalam menekankan pendekatan One Health untuk masyarakat luas dengan melibatkan koordinasi dari berbagai sektor dan tokoh internasional, termasuk pakar kesehatan manusia dan hewan, agrikultur, finansial, lingkungan, dan konsumen yang mendapatkan informasi dengan baik.

Tanpa adanya aksi yang nyata serta koordinasi dari seluruh sektor, dunia akan berada pada era pasca antibiotik yang kemudian infeksi tersebut tidak dapat ditangani serta menyebabkan kematian pada seluruh lapisan masyarakat.

Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A (K), M.TropPaed, Ketua Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN) mengatakan, “Antimicrobial Resistance merupakan masalah kesehatan global yang sangat serius. Terdapat kekhawatiran tentang semakin meningkatnya superbug yang resistan terhadap beberapa antimikroba sekaligus (multi-drugs resistance, MDR). AMR dapat terjadi karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada berbagai sektor. Penyebaran bakteri yang mengandung gen pembawa sifat AMR dapat berakibat kepada masyarakat menjadi terpapar AMR melalui infeksi, makanan, dan lingkungan, khususnya di ICU yang merawat pasien berat sehingga terdapat kemungkinan pasien terpapar superbug yang berbahaya tersebut. Infeksi yang timbul akibat patogen tersebut dalam banyak kasus tidak responsif terhadap pengobatan yang saat ini tersedia.”

“Studi epidemiologi tentang S.pneumoniae berhubungan dengan munculnya krisis AMR telah dilaporkan di Cina. Krisis ini semakin memburuk dan telah menjadi masalah keamanan publik dan global yang dapat menyebabkan bahaya serius bagi kesehatan manusia dan hewan serta lingkungan. Hal ini disebabkan karena munculnya resistansi bakteri jauh lebih cepat dibandingkan dengan penemuan agen antimikroba baru. Sementara itu, dalam beberapa dekade terakhir, Timur Tengah telah menjadi reservoir untuk Extended-Spectrum Cephalosporin dan Carbapenem Resistant Gram-negative Bacilli (GNB). Munculnya carbapenemases banyak terjadi di rumah sakit, sementara itu selain pada manusia, Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) dan resistensi colistin juga terjadi pada hewan,” ujarnya.

Prof. Hindra mengingatkan kompleksitas permasalahan AMR pada bidang kesehatan manusia dan hewan dan berbagai tantangannya, sangatlah penting agar dapat menekankan peranan One Health untuk dapat melawan AMR yang dinilai merupakan masalah kesehatan yang sangat serius dalam cakupan global.  Dengan terdapat beberapa poin penting yang dapat dilakukan untuk membasmi AMR, salah satunya ialah dengan memahami terlebih dahulu bagaimana mekanisme dari resistensi bakteri itu sendiri.

Pada kesempatan yang sama, dr. Anis Karuniawati, PhD, SpMK(K), Koordinator Bidang Organisasi Perdalin, mengatakan, “Penyebaran AMR dapat terjadi karena limbah dapat mengandung bakteri dengan gen pembawa sifat AMR yang kemudian dapat dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lainnya. Bakteri tersebut mengkontaminasi air, tanah, dan lingkungan. Berdasarkan Distribusi Data AMR yang dikumpulkan dari spesimen darah dan urine, terdapat beberapa bakteri yang ditemukan, terutama K.pneumoniae dan E.coli.”

Menurut dr. Anis pemerintah dapat turut andil dalam melawan AMR salah satu caranya adalah dengan meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan penyebaran penyakit infeksi melalui higiene, sanitasi, dan vaksinasi, serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, diantaranya penyediaan laboratorium mikrobiologi untuk mendukung diagnosis penyakit infeksi dan menentukan jenis antibiotik yang diperlukan pada kasus infeksi Selain itu diharapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) AMR 2020-2024 dapat dilaksanakan oleh kementerian terkait. Karena RAN tersebut memiliki visi berupa :Terwujudnya Indonesia sehat dan bebas dari dampak resistensi antimikroba melalui pendekatan One Health

Dr. Dini Arini, Senior Medical Manager Pfizer Indonesia, menjelaskan bahwa Pfizer mendukung program dan strategi One Health yang disuarakan komunitas kesehatan Indonesia dan dunia internasional. Menurut data dari Sepsis Alliance, meskipun AMR merupakan krisis kesehatan global, survey kepada lebih dari 6300 orang menyatakan bahwa kesadaran masyarakat akan AMR masih sangat rendah.

“Pfizer secara konsisten berupaya untuk memberikan kontribusi nyata dalam upaya mengatasi Resistensi Antimikroba melalui dukungan terhadap tatalaksana pemberian antibiotik yang tepat bagi para tenaga kesehatan profesional dan manajemen rumah sakit melalui program-program penguatan kapasitas dan aktivitas edukasi yang bersifat ilmiah dan non-promosional,” ungkapnya.

Diharapkan dengan peran serta dari berbagai sektor dalam mendukung program One Health yang terus mengedukasi kepada masyarakat luas, masyarakat dapat memahami serta sadar bagaimana mekanisme dari resistensi bakteri itu sendiri. Serta bagi para pasien agar mengonsumsi antibiotik secara tuntas sesuai dengan anjuran dokter.

 

 

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *