Investasi pada Pengasuhan Anak, Mendorong Partisipasi Perempuan dalam Angkatan Kerja
|
Tanggung jawab pengasuhan anak membuat banyak perempuan berusia antara 25 – 45 tahun di Indonesia keluar dari angkatan kerja. Menikah dan mengurus anak merupakan alasan utama perempuan Indonesia keluar dari angkatan kerja, oleh karena itu diperlukan solusi multi-sektoral seperti akses kepada tempat pengasuhan anak yang berkualitas dan terjangkau, guna memastikan perempuan dapat masuk dan tetap menjadi bagian dari angkatan kerja.
Data Bank Dunia menunjukan tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja cenderung stagnan selama dua dekade terakhir, tercatat hanya sekitar 52 persen partisipasi perempuan dalam angkatan kerja dibandingkan dengan tingkat partisipasi laki-laki sebesar 85 persen. Jika tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia meningkat hingga 58 persen, maka dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 62 miliar dolar AS atau sekitar 0,7 persen per tahun. Selain itu, jika kesenjangan gender dalam angkatan kerja berhasil diturunkan, maka dapat berkontribusi kepada peningkatan pertumbuhan ekonomi global sekitar 5,3 triliun dolar AS.
Bank Dunia didukung oleh Pemerintah Australia bekerja sama dengan majalah Femina menyelenggarakan webinar yang bertajuk “Investasi pada Pengasuhan Anak: Mendorong Kebijakan untuk Mendukung Partisipasi Perempuan dalam Angkatan Kerja” untuk menyerukan para pemangku kepentingan melakukan tindakan nyata dalam mendukung fasilitas pengasuhan anak.
Webinar ini menggali bagaimana investasi multi-sektoral dalam pengasuhan anak dapat mendukung partisipasi perempuan di bidang ekonomi. Sebagai salah satu side event resmi G20 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), webinar ini mengangkat pentingnya investasi pada pengasuhan anak sebagai salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja.
Guna mendukung hal tersebut, berbagai rekomendasi investasi didiskusikan pada webinar ini, termasuk mendorong pemerintah, sektor swasta dan komunitas untuk berinvestasi pada pengasuhan anak. Hal ini termasuk, namun tidak terbatas pada perubahan regulasi pemerintah terkait cuti melahirkan – baik untuk ibu maupun ayah; implementasi kebijakan tempat kerja yang inklusif di perusahaan, seperti fleksibilitas waktu kerja atau kerja paruh waktu; serta penyediaan pilihan fasilitas pengasuhan anak untuk membuka kesempatan bagi perempuan memasuki dan tetap menjadi bagian dari angkatan kerja.
Dalam pidatonya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Bintang Ayu Darmawati menggarisbawahi bahwa semua pihak dan sektor pembangunan perlu bekerja sama untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, termasuk berinvestasi pada ekosistem layanan pendidikan anak usia dini dan pengasuhan anak yang inklusif, universal dan berkualitas tinggi. “Tujuan bersama ini mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk dapat dicapai, namun bukan hal yang mustahil untuk kita wujudkan dengan kita bekerja sama, perempuan berdaya, anak terlindungi, Indonesia maju,” ungkapnya.
“Dengan mengarusutamakan lebih jauh pengasuhan anak sebagai isu kebijakan publik, kita dapat bersama-sama membahas kebutuhan terkait pengasuhan anak bagi keluarga Indonesia, serta tetap terus berupaya mengatasi isu-isu lain yang menghambat partisipasi perempuan dalam dunia kerja,” kata Satu Kahkonen, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste dalam sambutannya. “Kita perlu memadukan upaya berbagai pemangku kepentingan di semua tingkatan pemerintah maupun aktor penting lainnya termasuk perusahaan, pekerja terkait upaya perawatan (care workers), dan penyedia fasilitas pengasuhan anak untuk
mengembangkan solusi bagi semua pihak. Ada peranan yang dapat dilakukan oleh kebijakan publik dalam mengembangkan peraturan, dan untuk seluruh pemangku kepentingan bekerja sama dalam mengembangkan potensi di sektor ini.”
Analisis Bank Dunia pada tahun 2019 yang dipresentasikan pada webinar ini menunjukan bahwa tersedianya tambahan fasilitas pendidikan anak usia dini (PAUD) per 1.000 anak di kabupaten/ kota akan meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja di Indonesia sebesar 11- 13 persen. Oleh sebab itu, pemberian akses yang lebih baik bagi keluarga kepada pengasuhan anak yang dapat dipercaya adalah pilihan kebijakan yang baik untuk Indonesia. Hal ini dapat dicapai dengan berinvestasi pada keseluruhan sektor ekonomi perawatan – seperti melatih pekerja perawat/ pengasuh (care workers), meningkatkan standar layanan dan pengawasan penyediaan fasilitas pengasuhan, dan melakukan kampanye untuk mempromosikan potensi manfaat pengasuhan anak bagi anak-anak, perempuan dan keluarga.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dalam sesi diskusi, Komalasari, Plt. Direktur Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengatakan bahwa dengan telah ditetapkannya standar pencapaian perkembangan anak usia dini, maka anak yang masuk ke PAUD akan mendapatkan stimulasi dalam proses pembelajaran yang mereka terima untuk meraih pencapaian yang sesuai dengan perkembangan anak. “Satuan PAUD pada intinya adalah mitra dalam tumbuh kembang anak, khususnya bagi perempuan yang ingin bekerja dan mewujudkan partisipasi mereka untuk bisa produktif secara ekonomi,” tutupnya.
Sebagai perusahaan multinasional, PT. Unilever Tbk. mempunyai tujuan global yaitu kesetaraan, keragaman, dan inklusivitas. Tujuan ini diterjemahkan menjadi kebijakan untuk menerapkan kesetaraan gender dalam manajemen dan kepemimpinan internal perusahaan di Indonesia. “Lebih jauh, kami telah menyediakan fasilitas daycare bagi karyawan sejak tahun 2003 hingga saat ini, yang dilengkapi dengan ruang laktasi, area khusus bayi dan balita, serta pendidikan dengan kurikulum pengenalan budi pekerti, toleransi dan kemandirian bagi anak-anak. Dengan demikian, kami percaya produktivitas karyawan dapat meningkat karena terdapat fasilitas layanan yang lengkap dan holistik,” ungkap Willy Saelan, Direktur Human Resources PT. Unilever Tbk
Sementara itu, Winnie Petrica selaku pemilik fasilitas daycare bernama Tupai Kecil kerap menemukan ibu yang dihadapkan pada pilihan berhenti bekerja setelah memiliki anak dan tidak menemukan tempat pengasuhan anak yang berkualitas. “Setiap daycare harus menerapkan standar yang sama, meliputi keselamatan dan kesehatan anak, kualitas sumber daya pengasuh, serta program pengembangan pengasuhan dengan menerapkan ragam stimulasi dan aktivitas sesuai usianya. Dengan demikian, anak-anak yang dititipkan di daycare menjadi lebih mandiri dan mudah bersosialisasi, sehingga perkembangan mereka menjadi lebih optimal”, tutupnya.
Webinar ini pada akhirnya menyerukan agar semua pihak mengambil tindakan nyata serta berkolaborasi untuk berinvestasi pada pengasuhan anak. Investasi ini akan mendukung perempuan produktif secara ekonomi sehingga dapat mendorong potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia.