Download!Download Point responsive WP Theme for FREE!

Bayi Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah Sumbang Risiko Stunting

Infant vector created by freepik - www.freepik.com
Infant vector created by freepik – www.freepik.com

Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita dipicu oleh banyak hal, salah satunya adalah kurangnya kecukupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Umumnya stunting terjadi di 1000 HPK yaitu, 20% stunting terjadi sejak saat kelahiran, 20% terjadi pada 6 bulan pertama, 50% terjadi pada 6-24 bulan, 10% terjadi pada tahun ketiga. 20% stunting yang terjadi sejak saat kelahiran dialami oleh bayi prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Di Indonesia, stunting masih menjadi perhatian karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Indonesia menargetkan penurunan angka prevalensi stunting menjadi 14% di tahun 2024. Intervensi gizi terhadap anak yang memiliki risiko stunting, seperti bayi prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) menjadi penting dilakukan. Pemberian gizi pada ibu hamil dan perawatan khusus pada bayi baru lahir dengan gejala stunting sangat krusial karena kekurangan gizi pada periode tersebut berdampak permanen dan sulit diperbaiki.

Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, dr. Erna Mulati, M.Sc, CMFM mengatakan, “Tahun 2021, berdasarkan Survey Status  Gizi Balita Indonesia angka prevalensi stunting turun menjadi 24,4% artinya hampir 1 dari 4 balita Indonesia mengalami stunting. Meskipun terjadi penurunan tapi angka tersebut masih jauh dari target pemerintah yaitu 14% di tahun 2024 sehingga perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan stunting.”

Terdapat beberapa intervensi spesifik untuk mencegah stunting, antara lain: (1) Tablet tambah darah bagi remaja putri (rematri) 12-17 tahun. (2) Pemeriksaan Hb bagi rematri kelas 7 dan 10. (3) Pemeriksaan kehamilan sesuai standar menjadi 6x. (4) Tablet tambah darah bagi ibu hamil minimal 90 tablet selama kehamilan. (5) Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dengan kurang energi kronis. (6) ASI eksklusif. (7) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita. (8) Pemberian makanan tambahan bagi balita gizi kurang. (9) Tata laksana balita gizi buruk. (10) Imunisasi dasar lengkap bagi seluruh balita.

Erna Mulati, M.Sc, CMFM menjelaskan, “Penurunan stunting merupakan 1 dari 9 program kesehatan prioritas nasional. Upaya mencegah stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik utamanya pada 1000 Hari Pertama Kehidupan bahkan jauh sebelum ibu hamil. Sedangkan intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan yang mendukung penurunan stunting dan dikoordinasikan oleh BKKBN.”

Indonesia menempati peringkat ke–5 tertinggi angka kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Dari 100 bayi yang lahir, terdapat 10 bayi lahir secara prematur dan 7 bayi dengan kondisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Berdasarkan penelitian di 137 negara berkembang, 35% kasus stunting disebabkan oleh kelahiran prematur dan 20% kasus stunting di Indonesia disebabkan oleh Bayi Berat Lahir Rendah.

Dokter Anak Konsultan Neonatologi, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) menjelaskan, “Bayi dengan kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masuk ke dalam bayi yang berisiko tinggi mengalami stunting. Bayi lahir prematur berisiko untuk mengalami developmental delay, gangguan kognitif, kesulitan belajar dan gangguan perilaku. Oleh karena itu penting untuk melakukan skrining perkembangan pada usia 9,18, dan 30 bulan.”

Untuk mencegah kelahiran prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah memerlukan kehamilan yang sehat, termasuk pemeriksaan antenatal secara teratur dan persiapan pra-nikah. Nutrisi kesehatan ibu selama kehamilan penting untuk mencegah kelahiran prematur.

Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) memaparkan, “Namun, jika bayi sudah terlahir prematur tenaga medis maupun fasilitas kesehatan harus dapat memberikan pertolongan awal dan selanjutnya melakukan perawatan bayi prematur secara baik. Pemberian ASI eksklusif juga sangat penting. Jika bayi sudah stunting maka perlu dilakukan tata laksana gizi di rumah sakit dengan pemberian PKMK (Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus) makanan khusus atau dengan pemberian nutrisi parenteral.”

Fresenius Kabi terus berkomitmen untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat Indonesia, dalam hal ini mendukung pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi stunting di Indonesia dengan menyediakan solusi nutrisi parenteral agar nutrisi bayi prematur atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) tercukupi.

Direktur PT Fresenius Kabi Indonesia, Herlina Harjono menyatakan, “Melalui kegiatan edukasi ini, kami berharap masyarakat Indonesia dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi pada bayi di 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) dan dapat melakukan pencegahan dan penanganan stunting dengan baik.”

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *